Beranda | Artikel
Cara Mensyukuri Uang 100 Ribu (juli 2013)
Selasa, 1 April 2014

Sewaktu Bulan Ramadhan hampir tiba, ada begitu banyak cara yang dipakai oleh orang Indonesia untuk menyambutnya. Ada yang mengecat masjid kesayangan di kampungnya. Ada yang mempersiapkan daftar acara pengajian selama 30 hari penuh. Ada yang menyiapkan daftar masjid yang akan dijadikan tujuan tarawih keliling. Ada yang mengelola otaknya untuk membuat panganan unik yang bisa dijual untuk takjilan. Bahkan ada juga yang sangat unik, mempersiapkan berjubel alasan untuk mempertahankan pendapatnya soal penentuan awal Ramadhan.

Ugh, untuk yang terakhir itu, Indonesia ternyata masih menyimpan banyak peminatnya. Terbukti, hampir setiap tahun akan ada beberapa orang tertentu yang mati-matian dengan argumennya bahwa “punyaku bener, caramu salah”. Walhasil, alih-alih memantapkan hati untuk memasuki bulan yang penuh berkah, waktunya justru tersita untuk menjatuhkan orang dengan dalil ini dan dalil itu. Tidak tanggung-tanggung, ada perdebatan yang bisa sampai ke meja hijau. Ini memang bagus untuk jadi bahan infotainment, tapi tidak cantik untuk dijadikan pelajaran. Mempertahankan argumen masing-masing tentu bukanlah sebuah dosa. Tapi kalau sampai terlalu jauh, alamak alangkah sayangnya. Persaudaraan antara umat Islam bakal goyang.

Contoh yang baik

Apa yang dicontohkan oleh salah satu teman saya di kantor seharusnya bisa kita teladani. Alkisah, pada tanggal 5 Juli 2013 lalu (sekitar 5 – 6 hari menjelang Ramadhan), ada sms masuk ke hape saya. Bunyinya seperti ini (setelah saya edit agar lebih enak dibaca), “Assalamu’alaikum. Mas ada ayam untuk sahur for ente dari saya. Btw ente mau saya antar ayam masih hidup atau saya potong and bersihkan dulu supaya isrimu tinggal masak?” Sewaktu membaca sms ini, sontak kepala ini bergeleng-geleng. Hehehe, mimpi apa ya semalam? 

Sungguh hebat Allah dengan seluruh nikmat dan anugerahnya. Betapa tidak, pada saat orang sedang bersitegang di media, di rumah makan, atau di masjid-masjid tentang penentuan awal Ramadhan, seorang teman justru mengirimiku sms seperti ini. Hatiku sempat terenyuh. Nalarku langsung mencoba membanding-bandingkan antara perilaku temanku satu ini dengan kebanyakan orang pada umumnya. Saya sempat membayangkan, alangkah indahnya kalau banyak muslim yang mencontoh tindakan temanku ini. Alih-alih memfokuskan diri pada perdebatan, dia justru bersiap-siap memberi ayam untuk saudara seimannya. Terlebih lagi, ia tidak hanya ingin menawarkan ayam, tapi juga memberi opsi kepada saya apakah ayamnya akan diserahkan dalam versi hidup-hidup atau setelah dipotong dan dibersihkan. Subhanallah, sudah enak, tambah dienakin lagi. Alangkah beruntungnya saya.

Kabar bagusnya buat Kita semua

Berhubung saya adalah penjaga gawang dari rubrik tidak resmi di situs ini dengan judul “cara mensyukuri uang 100 ribu”, saya kemudian tertarik untuk mencari tahu berapa kiranya harga seekor ayam kampung lumayan besar yang sudah dipotong dan dibersihkan. Alhamdulillah saya pun mendapatkannya. Di Hypermart Gorontalo, ayam kampung di dalam kemasan ternyata dijual dengan harga di kisaran 60 – 80 ribu rupiah atau sekitar 20 ribuan lebih mahal ketimbang ayam kota/negeri alias ayam broiler. Dengan kata lain, kita semua yang membaca tulisan ini harusnya paham bahwa dengan uang 100 ribu di genggaman, kita tidak hanya bisa membuat diri kita sendiri bahagia, tapi orang lain pun juga bisa. Beberapa persen dari uang 100 ribu bisa kita belikan ayamnya. Selebihnya mungkin bisa kita belikan kecap, sambal, dan garam sebagai bonus juga untuk saudara kita. Masyaallah, sebuah pemberian yang menawan, apalagi jika dilakukan pada momen-momen yang sangat baik seperti di bulan puasa ini, kesan yang dihasilkan pun akan tambah baik juga tentunya. Insyaallah.

Di rumah, istri saya mengolah ayam pemberian teman tadi dengan cara digoreng. Kami berdua mulai memakannya pada saat malam kedua ramadhan setelah tarawih dan menghabiskannya pada sahur ketiga sebelum subuh menjelang. Istri saya yang memang sudah menjabat sebagai koki rumah tangga sejak h+1 pernikahan langsung berujar, “baik banget orang yang memberi ayam ini ya Mas.”

NB: Thanks for Pak Arifin Ibrahim atas ayam kampungnya. Bulan puasa tahun depan mohon diulangi lagi.

Artikel asli: https://pengusahamuslim.com/3499-cara-mensyukuri-uang-100-ribu-1868.html